Lenin dan Sastra
"Leo Tolstoy sudah meninggal. Arti universalnya sebagai seorang seniman dan kemasyurannya sebagai seorang pemikir dan pendeta menggambarkan, dengan caranya masing-masing, arti universal revolusi Rusia," kalimat tersebut ditulis Lenin pada bulan November 1910.
Meskipun sastra jelas bukan merupakan minat utamanya, di sana-sini Lenin kadang menulis pengamatannya mengenai sastra. Tak kurang dari lima artikel ia tulis mengenai Tolstoy, dan surat-menyuratnya bersama beberapa comrade, kadang juga dibahasnya mengenai sastra. Selain itu, Lenin adalah salah seorang sahabat dekat Maxim Gorki, dan mereka seringkali menghabiskan waktu sore sambil berbincang-bincang seputar sastra.
Tolstoy memang merupakan salah satu pengarang favorit Lenin, sehingga ia bahkan sering disebut-sebutnya sebagai cermin bagi revolusi Rusia. Meskipun begitu, Lenin sangatlah kritis terhadap kekagumannya. Suatu waktu, saat ulang tahun Tostoy kedelapan puluh, koran-koran penuh dengan tulisan pujian pada Tolstoy, termasuk Rech yang diterbitkan oleh Partai Kadet, di mana mereka menaruh simpati pada Tolstoy sebagai "pencari kebenaran Tuhan". Lenin dengan gaya ironiknya yang khas mengatakan bahwa mereka telah "salah bahkan dari awal sampai akhir". Karena bagaimanapun, memang selama hidupnya Tolstoy, tak ada kaum liberal Rusia yang bersimpati pada pemikiran keagamaan Tolstoy atau bersimpati terhadap kritik sang pengarang terhadap tatanan sosial yang ada. Lenin mengatakan, kaum Kadet hanya mencoba mendompleng nama besar sang pengarang.
Daya kritis Lenin terhadap Tolstoy lebih jauh diperlihatkan dengan cara menunjukkan kontradiksi-kontradiksi dalam karya, pandangan maupun doktrin-doktrin Tolstoy sebagaimana ditulisnya dalam sebuah artikel berjudul Leo Tolstoy sebagai Cermin Revolusi Rusia yang dimuat di Proletary 11 September 1908. Tolstoy, menurut Lenin, sebagai seorang seniman besar, di satu sisi merupakan seorang jenius yang tak hanya melukiskan gambaran kehidupan rakyat Rusia dengan tiada taranya namun juga telah memberi kontribusi kelas satu terhadap sastra dunia. Di sisi lain, Tolstoy adalah tuan tanah yang dirasuki Kristus. Di sisi lain, ia protes melawan dusta dan kemunafikan sosial dengan sangat berani, terdepan dan tulus hati. Di satu sisi, mengkritik tanpa ampun eksploitasi kapitalis, membuka kebiadaban pemerintah, kehidupan istana yang menggelikan dan administrasi negara, serta menelanjangi kontradiksi yang dalam antara pertumbuhan kemakmuran dan sukses peradaban dengan pertumbuhan kemiskinan, degradasi dan kesengsaraan di antara masa pekerja. Di sisi lain, ia orang aneh yang khotbah mengenai "tak perlu melawan orang jahat". Di sisi lain, realis yang apa adanya, mencabik-cabik segala macam topeng. Di sisi lain, ia adalah pengkhotbah salah satu hal yang paling menjijikan di dunia, yang bernama agama.
"Itulah Tolstoy, pemilik kontradiksi-kontradiksi ini, tak akan mungkin mengerti gerakan kelas pekerja dan perannya dalam memperjuangkan sosialisme atau revolusi Rusia. Ia telah pergi tanpa berkata apa-apa lagi," kata Lenin.
Namun Lenin segera menambahkan bahwa kontradiksi Tolstoy bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Semua itu menggambarkan kontradiksi kondisi kehidupan rakyat Rusia di akhir abad kesembilan belas. Pedesaan yang patriarki, baru belakangan terbebas dari perbudakan, namun segera jatuh pada kaum kapitalis dan pemeras pajak.
***
Tolstoy muncul sebagai seorang sastrawan besar ketika perbudakan masih tumbuh subur di negerinya. Pada serangkaian karyanya, yang ia hasilkan selama lebih dari setengah abad aktivitas sastranya, ia terutama menggambarkan Rusia lama sebelum masa revolusioner yang masih merupakan negeri semi-perbudakan bahkan sampai 1861, tentang para tuan tanah Rusia dan para petaninya. "Untuk menggambarkan periode dalam sejarah Rusia yang ini, Tolstoy berhasil mengangkat begitu banyak masalah dan berhasil mengangkatnya dalam kekuatan artistik yang tinggi karya-karyanya di antara sastra dunia terbesar. Epos persiapan revolusi di suatu negeri yang berada di bawah tumit perbudakan, menjadi selangkah ke depan dalam perkembangan artistik kemanusiaan secara keseluruhan. Terima kasih pada cahaya brilian Tolstoy," tulis Lenin lebih lanjut mengenai Tolstoy.
Pengarang besar ini, masih menurut Lenin, tak hanya menghadirkan karya-karya artistik yang akan selalu diapresiasi dan dibaca oleh massa, sekali waktu karya-karya itu menciptakan kondisi-kondisi manusiawi kehidupan bagi mereka sendiri selepas merobohkan baik para tuan tanah maupun para kapitalis; ia berhasil membawa kekuatan luar biasa suara hati massa yang tertindas oleh sistem yang berlaku, dengan menggambarkan keadaan mereka dan mengekspresikan protes serta kemarahan spontannya.
Karya-karya Tolstoy bergerak dialektis, ia menggambarkan kekuatan sekaligus kelemahan, keluasan maupun kesempitan. Nafsu, gairah dan seringkali protes tajamnya yang bengis melawan negara dan pejabat gereja yang bersekutu dengan polisi membawa sentimen-sentimen massa demokratik petani primitif, yang selama beradab-abad berada di tengah-tengah perbudakan, tirani dan perampokan para pejabat, dan di tengah-tengah gereja Jesuit, semuanya menumpuk menjadi bukit-bukit kemarahan dan kebencian.
Kritik-kritik Tolstoy pada kondisi masyarakat melalui karya-karyanya sesungguhnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah sastra, baik di Rusia maupun di Eropa. Tetapi kekhasan kritik dan pengaruh sejarahnya Tolstoy terletak pada kenyataan di mana ia menggambarkan, dengan suatu kekuatan yang hanya dimiliki oleh seniman-seniman jenius, perubahan radikal pandangan-pandangan luas massa rakyat Rusia pada periode tersebut, yakni para petani dan orang pedesaan Rusia. Kritik Tolstoy ditandai dengan kekuatan emosional, semacam kegairahan, keyakinan, kekurangajaran, ketulusan hati dan keberanian dalam memperjuangkan gerakan "kembali ke akar", untuk menemukan penyebab sesungguhnya penderitaan rakyat, hanya karena kritik ini sungguh-sungguh menggambarkan perubahan tajam dalam gagasan-gagasan jutaan petani, yang baru saja keluar dari perbudakan menuju kebebasan, dan melihat kebebasan ini berarti ketakutan akan kekacau-balauan baru, mati karena penderitaan, suatu kehidupan tanpa tempat tinggal di antara strata rendah penduduk kota, dan selanjutnya.
Doktrin-doktrin Tolstoy terutama memang utopian dan isinya sungguh reaksioner. Tetapi kemudian, tidak berarti doktrin-doktrinnya bukan sosialistik atau tak memiliki unsur-unsur kritis yang mampu memberikan bahan-bahan berharga untuk pencerahan kelas-kelas terdepan. "Karena memang ada banyak jenis-jenis sosialisme," kata Lenin lagi. Di semua negeri di mana cara produksi kapitalis berlaku ada sosialisme yang mengekspresikan ideologi kelas yang akan menggantikan borjuasi; dan ada sosialisme yang mengekspresikan ideologi kelas yang akan digantikan oleh borjuasi. Sosialisme feodal, sebagai contoh, adalah sosialisme tipe akhir, dan asal-usul sosialisme ini, ditaksir dari sekitar pertengahan abad kesembilan belas sebagaimana dikatakan Marx, bersamaan dengan bentuk-bentuk sosialisme yang lain.
Lebih jauh, Lenin menandaskan bahwa unsur-unsur kritis inheren di dalam karya-karya Tolstoy, sebagaimana juga inheren di dalam banyak sistem utopian lainnya. Tetapi Lenin mengingatkan untuk tidak lupa pada observasi mendalam yang dilakukan Marx terhadap pengaruh di mana nilai unsur-unsur kritis dalam sosialisme utopian, "mengandung hubungan yang sebaliknya terhadap perkembangan sejarah."
Satu seperempat abad yang lalu, unsur-unsur kritis dalam karya-karya Tolstoy mungkin merupakan nilai praktis untuk sebagian rakyat meskipun ia memiliki sosok reaksioner dan utopian. Ini tak menjadi masalah selama akhir dekade tersebut, karena perkembangan sejarah baru sungguh-sungguh maju sekitar tahun 1880-an sampai akhir abad. Demikianlah bagaimana Lenin memandang Tolstoy dan karya-karyanya, sejalan dengan kebutuhannya pada perkembangan sejarah.
***
Di sebagian besar hidupnya yang sibuk, Lenin nyaris tak punya waktu untuk mempelajari seni secara seksama, karenanya ia juga sangat berhati-hati atau bahkan jarang membuat pernyataan mengenai seni. Bahkan suatu ketika, saat Lenin berbincang dengan seorang teman dekatnya, Anatoly Lunacharsky mengenai seni dan sang teman tiba-tiba memotong dengan pertanyaan, "Bolehkah aku mengutipmu?" Lenin dengan serta-merta menjawab, "Tidak. Aku bukan ahli dalam seni. Kau sendiri yang seharusnya memiliki otoritas untuk itu."
Meskipun begitu, menurut Lunacharsky, ia tetap memiliki selera yang baik terhadap seni dan sastra. Ia menyukai karya-karya klasik Rusia, sastra realis, dramaturgi, lukisan dan sebagainya. Lunacharsky masih ingat, pada tahun 1905, selama masa revolusi pertama, suatu malam Lenin menghabiskan waktu tidurnya di rumah D. I. Leshchencko yang memiliki koleksi buku karya para penulis besar dunia yang melimpah. Pagi harinya, ia berkata pada Lunacharsky, "Betapa mengagumkannya sejarah seni! Ada banyak karya di sini untuk seorang Marxis! Aku tak bisa tidur sampai pagi hari, aku menoleh dari satu buku ke buku yang lain. Dan aku menyesal karena aku tak pernah dan tak akan pernah punya waktu untuk seni."
Pushkin adalah salah seorang penulis favorit Lenin, selain Tolstoy, Zola, Hugo, Herzen dan beberapa nama lainnya. Sewaktu di tahan di Siberia, ia selalu menyimpan buku Pushkin di samping tempat tidurnya, berjejer dengan buku Hegel. Dan ketika suatu waktu, tahun 1921, ia berkunjung ke suatu komune mahasiswa seni dan berbincang-bincang dengan para pemuda-pemudi di sana, ia tiba-tiba bertanya, "Apa yang kalian baca? Apakah kalian membaca Pushkin?" Salah seorang dari mahasiswa itu berkata, "Tidak, kami pikir bagaimanapun Pushkin seorang borjuis. Kami membaca Mayakovsky." Lenin tersenyum dan berkata, "Kupikir, Pushkin lebih baik."
Di sini jelas bahwa Lenin, bagaimanapun, tetap menghargai pencapaian-pencapaian yang telah diraih oleh sastra borjuis dalam sejarahnya. Di tengah-tengah keengganannya untuk berkomentar banyak mengenai seni secara umum, atau sastra secara khusus, ia kerapkali menunjukkan harapannya agar kaum proletar membaca pencapaian-pencapaian sastra borjuis, sebelum "kita" sendiri mampu mencapai tahapan semacam itu. Itulah mengapa ia menganjurkan orang membaca Pushkin serta menulis artikel bersambung untuk menghormati Tolstoy saat sang pengarang agung itu meninggal dunia. Satu-satunya pernyataan tegas mengenai sastra ia tulis dalam sebuah artikel tahun 1905 berjudul Organisasi Partai dan Sastra Partai di mana ia mengatakan bahwa sastra harus merupakan bagian dari keberpihakan terhadap kaum proletar, "roda dan skrup" dari suatu mekanisme Sosial-Demokratik tunggal yang digerakkan oleh barisan terdepan kelas pekerja yang sadar politik secara keseluruhan. Sastra harus menjadi suatu komponen kerja Partai Sosial-Demokratik yang terorganisir, terencana dan terintegrasi. Namun harap dicatat, tulisan Lenin tersebut terutama sesungguhnya tengah membicarakan mengenai sastra dalam arti pers dan sama sekali tidak dalam maksud sastra sebagai karya sastra. Lenin tengah membicarakan lembaga surat kabar, jurnal dan penerbitan sebagai bagian integral perjuangan partai, dan tidak tengah bicara terhadap kontrol atas penciptaan kreatif karya sastra.
Mengenai bagaimana sastra sosialistik mampu menggantikan sastra borjuis, Lenin mengasumsikan bahwa kaum pekerja harus masuk ke dunia sastra. Itu sebagaimana ia pernah berkata pada salah seorang sahabatnya yang lain, Alexander Serafimovich, dengan mengatakan, "kalian para penulis, seharusnya mengajak kaum pekerja menulis sastra. Kalian harus mengusahakan ini secara langsung. Setiap cerita pendek yang ditulis kaum pekerja harus disambut dengan baik. Apakah para pekerja menerbitkan cerita-cerita pendek mereka di majalahmu?"
Dengan sedih Serafimovich berkata, "Tak akan banyak, Ilych. Mereka kurang pengetahuan atau budaya."
Lenin hanya menatap sang sahabat sambil memicingkan matanya, tertawa kecil dan berkata, "Tak apa-apa, mereka akan belajar bagaimana caranya menulis dan kita akan memiliki sastra proletar yang baik, yang pertama di dunia Equot;
***
Lenin juga sangat dekat dengan Maxim Gorki, pengarang Rusia yang kemudian dikenal sebagai pendiri aliran sastra realisme sosialis. Sejak masa sebelum revolusi mereka sudah sangat dekat. Ketika keduanya dibuang ke luar negeri, Lenin dari Jenewa dan Gorki di Capri, mereka terus melakukan hubungan korespondensi. Bahkan ketika Lenin memutuskan untuk menerbitkan surat kabar Proletary, ia membayangkan ada rubrik mengenai kritik sastra, bahkan cerita-cerita bergaya belles lettres untuk konsumsi kelas pekerja, dan ia merayu-rayu Gorki untuk menangani rubrik tersebut.
Novel Gorki yang paling populer, Mother, diperolehnya sebelum naskah itu terbit dari seorang sahabat. Begitu usai, ia mengundang Gorki dan menyebut-nyebut naskah itu sebagai, "sangat diperlukan." Ia menginginkan buku tersebut segera diterbitkan, kalau perlu diterjemahkan ke bahasa asing. Namun ketika mereka bertanya-tanya sejauh mana sensor Rusia dan Amerika menyelamatkan naskah tersebut, keduanya tertawa riang.
Suatu waktu yang lain, ia berkata pada Gorki, "Kau orang yang membingungkan. Dalam sastra, kau seorang yang realis, tetapi sikapmu terhadap rakyat, kau seorang romantik."
Ia sangat suka bercakap-cakap dengan Gorki, karena baginya, Gorki teman ngobrol yang tak membosankan. Mereka kadang bercakap banyak hal, dan sekali-dua kadang membicarakan mengenai sastra juga. Sebagaimana ketika Gorki menemui Lenin tengah menghadapi novel War and Peace, Lenin segera menyahut, "Ya, itu karya Tolstoy. Aku baru mau baca bagian perburuan, tiba-tiba aku ingat harus menulis surat untuk seorang kawan. Tentu saja aku memang tak punya waktu buat membaca. Aku hanya membaca bukumu mengenai Tolstoy tadi malam."
Lalu lain waktu mereka bicara soal puisi, terutama soal Mayakovsky penyair komunis masa tersebut, dan ia berkomentar pada Gorki: "Mayakovsky cuma berteriak, menciptakan kata-kata melengkung, tapi segala hal yang ia tulis bukanlah apa-apa, di benakku, bukan apa-apa serta susah dipahami. Seluruhnya begitu berhamburan, sulit dibaca. Kau bilang ia berbakat? Bahkan sangat berbakat? Hmmm, kita lihat! Tidakkah kau lihat begitu banyak puisi ditulis? Berhalaman-halaman puisi di majalah, dan kumpulan puisi terbit nyaris setiap hari."
Waktu itu Gorki menjawab bahwa memang menjadi trend anak muda untuk menulis puisi. Lebih lanjut Gorki menjelaskan, menulis puisi yang cukupan saja lebih mudah daripada menulis prosa yang baik, selain waktunya lebih singkat. Lebih lanjut, ada banyak guru yang bisa mengajarkan teknik menulis puisi.
Namun Lenin segera membantah, "Jangan bilang padaku bahwa menulis puisi lebih mudah daripada menulis prosa. Tak bisa kubayangkan! Aku tak bisa menghasilkan dua baris puisi pun, bahkan jika kau kuliti aku hidup-hidup," katanya dan melanjutkan. "Kita harus menyebarkan semua sastra revolusioner lama, sebanyak yang kita punya di sini dan di Eropa, di antara massa."
Di tengah rasa pesimisnya karena tak punya waktu untuk membaca karya sastra, di akhir hidupnya ternyata karya sastralah buku terakhir yang ia nikmati, meskipun itu dibacakan oleh isterinya. Sebagaimana diingat Krupskaya, ia membacakan banyak cerita untuk Lenin di bulan-bulan terakhir hidupnya. Lenin suka mendengarkan puisi, terutama karya Demyan Bedny. Pada masa itu juga, Krupskaya membacakan salah satu karya Gorki berjudul My Universities. Kemudian, dua hari sebelum ia meninggal, Krupskaya membacakannya salah satu karya Jack London, Love of Life. Lenin sangat menyukainya, dan buku tersebut kini masih tergeletak di atas meja di dalam kamar tidur Lenin. Itulah hubungan terakhirnya dengan sastra.
0 komentar:
Posting Komentar