Selasa, 27 November 2012

0 SENTRALISASI PENDIDIKAN

PENGERTIAN DEFINISI SERTA KONSEP DASAR SENTRALISASI PENDIDIKAN - KEKUATAN DAN KELEMAHAN SENTRALISASI PENDIDIKAN >>>  Dalam pembukaan penjelasan atau materi diskusi kali ini, saya menawarkan judul yang lumayan panjang dimana kita mulia dengan mengetahui dahulu definisi atau pengertian Sentralisasi Pendidikan. Kemudian tentu saja kita harus mengetahui juga Konsep Dasar dari Desentralisasi pendidikan itu endiri. Dan setelah semuanya itu, maka kita juga akan belajar apa saja kekuatan dan kelemahan dari Sentralisasi Pendidikan itu. Yuk kita mulai dengan KONSEP DASAR SENTRALISASI PENDIDIKAN.

KONSEP DASAR SENTRALISASI PENDIDIKAN

Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama

Dalam era reformasi deawasa ini, diberlakukan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan itu dari pemerintah pusat ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak masih menghadapi berbagai masalah. Masalah itu diantaranya tampak pada kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan masalah kurang adanya koordinasi dan sinkronisasi. Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa hal, seperti : kesulitan pemerintah pusat untuk mengendalikan pendidikan di daerah; daerah tidak dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan potensinya. Apabila hal ini dibiarkan berbagai akibat yang tidak diinginkan bisa muncul. Misalnya, kembali pada kebijakan pendidikan yang sentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga daerah membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya paling tepat meskipun sebenarnya bersebrangan dengan kebijakan pusat.

Kalau hal ini terjadi maka konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sulit dihindari. Dalam sejarah konflik kepentingan pusat dan daerah memicu terjadinya upaya – upaya pemisahan diri yang tentunya mengancam disintegrasibangsa.

Dengan perkataan lain apabila kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah tidak dilakukan upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan baik, tidak mustahil otonomi tersebut dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Dalam kondisi demikian diperlukan cara bagaimana agar kebijakan pendidikan di daerah dengan pusat ada sinkronisasi dan koordinasi. Juga perlu diusahakan secara sistematis untuk membina generasi muda untuk tetap memiliki komitmen yang kuat dibawah naungan NKRI. Masalah sinkronisasi dan koordinasi kebiajakan pendidikan dan upaya membina generasi muda yang berorientasi memperkuat integrasi bangsa menjadi fokus dalam makalah

KEKUATAN DAN KELEMAHAN SENTRALISASI PENDIDIKAN

Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, seba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.

Konsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
  1. Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
  2. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
  3. Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
  4. Melemahnya kebudayaan daerah
  5. Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.

Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik, makaupaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.

1 Makna Denotasi Dan Konotasi

Dalam mendalami pelajaran bahasa atau linguistik dan ketika kita sudah masuk dalam sub-sub bahasan Linguistik, khususnya Semantik, maka kita akan bermain dengan Makna Kata dan Kalimat. Dalam semantik, kita mengenal tipe-tipe makna bahasa diantaranya Makna Konotasi, Denotasi, Sinestesia, figuratif dan masih banyak lagi.

Nah kali ini kita akan membahas Makna Denotasi dan Makna Konotasi atau dalam bahasa Inggris disebut Denotative and Connotative Meaning. Kita meluncur saja ke Tipe makna yang pertama, Makna Denotasi.

A. Makna Denotasi
Makna Denotasi merupakan makna kata yang sesuai dengan makna yang sebenarnya atau sesuai dengan makna kamus.
   Contoh :
   Adik makan nasi.
   Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

B. Makna Konotasi
Kalau makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya, maka seharusnya Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna konotasi. 

Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan.

(dikondisikan) Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain "Jam tangan pak Slesh bagus yah". 

Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji.

     Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan.
2.Konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.

1 Meningkatkan Intensitas Belajar siswa

Hurlock dalam Wahid (2004: 57) menjelaskan fungsi minat bagi anak sebagai berikut:
  1. Minat mempengaruhi intensitas dan cita-cita
  2. Minat sebagai pendorong yang kuat
  3. Hasil/prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas
  4. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa seumur  hidup karena minat membawa kepuasan.
Proses belajar akan berjalan dengan lancar apabila ada minat. Oleh karena itu, guru harus mampu membangkitkan minat siswa dalam menerima pelajaran. 
Ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik yaitu:
  1. Membandingkan adanya suatu kebutuhan diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.
  2. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.
  3. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif.
  4. Menggunakan berbagai macam bentuk dan mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik (Djamarah, 2002: 133).
Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan pengajar untuk meningkatkan minat belajar siswa:
  1. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu serta menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa akan datang.
  2. Menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui banyak siswa.
  3. Menggunakan insentif sebagai alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukan dengan baik (Slameto, 2010: 181).

Sabtu, 24 November 2012

0 Contoh abstrack skripsi


ABSTRAK

Rini Widyastuti, A1C103022. “Memaksimalkan Keaktifan Siswa Kelas V SD Negeri 07 Kendari Barat Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Kooperatif Tipe Make a  Match”.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah dengan menerapkan model kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran matematika, keaktifan siswa kelas V SD Negeri 07 Kendari Barat dapat dimaksimalkan? Tujuannya untuk memaksimalkan keaktifan siswa kelas V SD Negeri 07 Kendari Barat dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan model kooperatir tipe make a match. Hipotesis penelitian ini adalah bila dilaksanakan pembelajaran matematika melalui model kooperatif tipe make a match, maka keaktifan siswa kelas V SD Negeri 07 Kendari Barat dapat dimaksimalkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD Negeri 07 Kendari Barat tahun pelajaran 2006/2007 dengan jumlah siswa 44 orang. Data penelitian diperoleh dari tes hasil belajar untuk melihat keberhasilan belajar siswa setelah penerapan model kooperatif tipe make a match, lembar observasi bagi guru dan siswa untuk kondisi pelaksanaan tindakan dan jurnal refleksi guru.
Prosedur penelitian ini terdiri dari: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Pada siklus I, guru kurang memberikan  bimbingan pada siswa dalam mengerjakan tugas LKS, guru juga tidak melaksanakan beberapa tahapan skenario pembelajaran. Sebagian besar siswa tidak memperhatikan penjelasan guru sehingga masih banyak yang tidak tepat waktu menyelesaikan tugas. Kemudian pada siklus II,  kelemahan di siklus I dapat diperbaiki oleh guru walaupun guru belum dapat memotivasi siswa untuk belajar. Siswa tampak aktif dalam setiap pertemuan, namun masih banyak juga yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Pada siklus III, guru mampu melaksanakan dengan baik seluruh tahapan skenario pembelajaran. Siswa antusias mengikuti pelajaran dan memperhatikan penjelasan guru. Siswa yang menunjukkan keaktifan selama proses pembelajaran semakin meningkat dibanding siklus I dan II.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa maksimal ditunjukkan pada empat dari enam aspek yang diamati, kemudian siswa yang memperoleh nilai minimal 6,0 meningkat untuk setiap siklus. Berdasarkan hasil tes, yaitu pada siklus I keberhasilan siswa meningkat dari 38,64% menjadi 56,82%. Pada siklus II keberhasilan siswa semakin meningkat menjadi 72,73% dan pada siklus III mencapai 93,18%. Di samping itu, pelaksanaan skenario pembelajaran juga mencapai 100% pada siklus III.
Berdasarkan indikator kinerja, disimpulkan bahwa keaktifan siswa kelas V SD Negeri 07 Kendari Barat dalam pembelajaran matematika dapat dimaksimalkan melalui penerapan model kooperatif tipe make a match.

2 Cara Meningkatkan Kemampuan Rasa Percaya Diri


 Tips Cara Meningkatkan  Kemampuan Rasa Percaya Diri





1. Kemauan
Materi ini, materi itu, dari A sampai Z semuanya susah. Perlu analisa ini, analisa itu, dan butuh nalar untuk mengerjakannya. Apalagi kalau apes, rekan di sekolah maupun kantor semuanya sibuk sendiri. Ataupun lebih apes, mereka tidak sibuk namun terlalu malas untuk membagi ilmunya. Jangan khawatir kawan-kawan :-) Setiap manusia dilengkapi dengan kemampuan autodidak. Apa itu autodidak ? Menurut wikipedia, autodidak berasal dari istilah Yunani yang intinya bahwa seseorang bisa menguasai materi tertentu dengan belajar sendiri. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Otodidak). Selama kemauan itu masih ada, percaya lah pada omongan jaman dahulu bahwa dimana ada kemauan, di situ pasti ada jalan.

2. Kegigihan
Kalau sudah punya kemauan, selanjutnya yang lebih susah adalah untuk mempertahankan rasa kemauan tersebut. Banyak kan, orang yang mau begini, mau begitu. Tapi pada faktanya, mereka tidak konsisten pada rasa kemauan tersebut. Di tengah jalan, kalau ada hambatan, langsung goyah dan menyerah pada keadaan. Resep ke-dua adalah KEGIGIHAN. Kegigihan dilengkapi dengan kemauan yang kuat, pasti akan mendatangkan hasil yang maksimal. Percaya pada diri sendiri, bahwa manusia terlahir untuk menemukan solusi terbaik dan mampu bertahan dalam situasi sesulit apapun :-) Agent C sudah mempraktek kan rumusan ini ;-)

3. Kemampuan
Resep ke tiga adalah kemampuan. Ya. Dengan kemauan, ditambah dengan sebongkah kegigihan, pasti akan melahirkan kemampuan. Kalau sudah memiliki kemampuan tersebut, teruslah mengasah kemampuan. Terlalu cepat puas, adalah anak tangga menuju kepunahan akan talenta baru di masa mendatang. Jangan lupa, ketika orang lain bertanya, berbesar hatilah untuk membagi ilmu yang ada. Sharing merupakan hal yang menyenangkan, penuh dengan aura positif, dan kita sendiri bisa memperkaya diri dengan memberi pada sesama :-)

4. Kesempatan
Semuanya pasti pernah merasa bahwa sudah usaha pol. Sudah menguasai materi, sudah percaya diri, sudah berusaha mati-matian tapi kok belum memperoleh hasil yang diinginkan ? Resepnya satu. Kesempatan. Pintar-pintar melihat peluang, dan ketika kesempatan tersebut sudah tiba, berikan 100% effort, 100% willingness. Bila hasilnya masih kurang memuaskan, tanya pada diri sendiri, apakah saya sudah berusaha semaksimal mungking ? Apakah jalan yang saya tempuh menuju hal itu, melalui jalan positif ? :-) Santai, dan jangan menjadi orang yang ambisius sehingga melupakan bahwa di dunia tidak ada hal yang abadi.


semoga bermanfaat...




2 Penyebab Kenakalan Remaja


Jumpa lagi Kita dalam postingan kali ini.. kita akan berbicar tentang kenakalan remaja..
didapat dipungkiri puberitas yang dialami oleh remaja ada  yang bisa terkontrol dan ada yang tidak terkontrol maka dari itu kita sebagai pendidik atau orangtua harus pandai pandai mengawasi anak kita ataupun anak didik kita...

Adapun bentuk-bentuk dari kenakalan remaja adalah :
a. Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa serta orang lain
b. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan dan kadang-kadang pergi ke pasar untuk bermain game
c. Memakai dan menggunakan bahan narkotika bahkan hal yang mereka anggap ringan yakni minuman keras.
d. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, seperti permainan domino, remi dan lain-lain.
e. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, sehingga harus melibatkan pihak yang berwajib. 



          Sebab-sebab Terjadinya Kenakalan Remaja
  1. Faktor Internal (Dalam) 
    a.  Reaksi frustasi diri
    Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada gangguan jiwa.

    b. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak remaja
    Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan gambaran semua.
    Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.

    c. Gangguan berfikir dan intelegensi pada diri remaja
    Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu

    d. Gangguan perasaan pada anak remaja
    Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain :

1) Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana hati yang terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa dihindari.
  1. Faktor Eksternal (Luar)

    Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari luar anak tersebut, antara lain :
    a. Keluarga
    Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.

    Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjuk­kan beberapa kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah seba­gai berikut:

    1) Ibu ini tidak hangat, tidak mencintai anak-anaknya, bahkan sering membenci dan menolak anak laki-lakinya, sama sekali tidak acuh terhadap kebutuhan anaknya.
    2) Ibu kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewa­nitaan dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan.
    3) Reaksi terhadap kehidupan anak-anaknya tidak adekuat, tidak cocok, tidak harmonis. Mereka tidak sanggup memenuhi ke­butuhan anak-anaknya, baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya.
    4) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap, tidak konsis­ten, sangat mudah berubah dalam pendiriannya, tidak pernah konsekuen., dan tidak bertanggung jawab secara moral.

    Beberapa kelemahan di pihak ayah yang mengakibatkan anaknya menjadi nakal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

    1) Mereka menolak anak laki-lakinya.
    2) Ayah-ayah tadi hampir selalu absen atau tidak pernah ada di tengah keluarganya, tidak perduli, dan sewenang-wenang ter­hadap anak dan istrinya.
    3) Mereka pada umumnya alkoholik, dan mempunyai prestasi kriminalitas, sehingga menyebarkan perasaan tidak aman (insekuritas) kepada anak dan istrinya.
    4) Ayah-ayah ini selalu gagal dalam memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya.
    5) Mereka mendidik anaknya dengan disiplin yang terlalu ketat dan keras atau dengan disiplin yang tidak teratur, tidak kon­sisten.

    Selain itu, ada juga beberapa faktor yang datang dari keluarga, antara lain :

    1) Rumah tangga berantakan. Bila rumah tangga terus ­menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan anak menjadi sangat bingung, dan merasa­kan ketidakpastian emosional. Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran antara ayah dengan ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada siapa. Batin anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta merasa malu terhadap lingkungan.

    2) Perlindungan-lebih dari orang tua. Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan menghin­darkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar mandiri. Mereka akan selalu bergantung pada bantuan - orang tua, merasa cemas dan bimbang ragu selalu; aspirasi dan harga-dirinya tidak bisa tumbuh berkembang. Kepercayaan diri­nya menjadi hilang.

    3) Penolakan orang tua. Ada pasangan suami-istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Me­reka ingin terus melanjutkan kebiasaan hidup yang lama, bersenang-senang sendiri seperti sebelum kawin. Mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dan tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang tua. Anak-anaknya sendiri ditolak, dianggap sebagai beban, sebagai hambatan dalam meniti karir mereka. Anak me­reka anggap cuma menghalang-halangi kebebasan bahkan cuma merepotkan saja.

    4) Pengaruh buruk dari orang tua. Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka main perempuan, korup, senang berjudi, sering mabuk-mabukan, kebiasaan minum dan menghisap rokok ber­ganja, bertingkah sewenang-wenang, dan sebagainya) dari orang tua atau salah seorang anggota keluarga bisa memberikan pengaruh menular atau infeksius kepada anak. Anak jadi ikut-­ikutan kriminal dan a-susila, atau menjadi anti-sosial. Dengan be­gitu kebiasaan buruk orang tua mengkondisionir tingkah-laku dan sikap hidup anak-anaknya.

    b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan
     Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai "sekolah dengar" daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak.

    Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis.
    Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang "tidak adil". Di satu pihak pada dirinya anak ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain anak­ dikekang ketat oleh disiplin mati di sekolah serta sistem regimentasi dan sistem sekolah-dengar.
    Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki de­dikasi pada profesi, dan tidak menguasai didaktik-metodik mengajar. Tidak jarang profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pe­ngajar hanya berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan dengan ­masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.

    c. Media elektronik
    Tv, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton tv sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa film-film yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.

    d. Pengaruh pergaulan
    Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telefon. Topik pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau membicarakan cowok/ cewek yang ditaksir dsb.
    Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua ­faktor ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
 moga bisa jadi referensi bagi teman-teman..
semoga bermanfaat...

 

Nikychoy Synyster Blog Copyright © 2011 - |- Template created by Niky Choy