Oleh: Hendri Kuok
        
      Abstrak 
      Karangan yang menilik praktik politik negara-negara penganut mazhab Jalan 
      Ketiga Anthony Giddens ini menyingkap fakta yang senyatanya terjadi di 
      negara-negara tersebut: Ingris dalam pemerintahan Tony Blair, Jerman di 
      bawah Gerhard Schroeder, dan Brazil di tangan Fernando Henrique Cardoso, 
      dengan Amerika di punggung Bill Clinton sebagai pelopor. Kegagalan ’jalan 
      alternatif Giddens itu, terutama dalam rnengatasi problem yang dihadapi 
      oleh rakyat pekerja, mendedah fakta bahwa third way bukanlah pilihan 
      terbaik. Atau mungkin saja para pemimpin negara-negara itu adalah 
      ”murid-murid” Anthony Giddens yang menyeleweng.
      Robert Kennedy pernah mengutip Camus dengan mengatakan ”mungkin kita tidak 
      dapat membuat penderitaan anak-anak di muka bumi ini lenyap, tetapi paling 
      tidak kita bisa rnengurangi jumlah anak-anak yang menderita.”
      Di penghujung abad ini, kita bisa melihat bahwa jawaban dari penderitaan 
      anak-anak di muka bumi, khususnya di daratan Eropa dan Amerika Serikat 
      disebabkan oleh sebuah trend politik baru yang dinamakan Jalan Ketiga, 
      dengan dipelopori oleh Bill Clinton dan Tony Blair. Jalan ketiga dalam 
      bahasa praktis bisa dikatakan bahwa gabungan antara old style sosial 
      demokrasi dengan neo liberalisme.
      Jalan ketiga merupakan suatu keharusan, jalan ketiga merepresentasi- kan 
      pembaruan demokrasi sosial dalam sebuah dunia di mana pandangan- pandangan 
      golongan kiri telah usang, sementara pandangan-pandangan kelompok kanan 
      tidak memadai dan kontradiktif, demikianlah kurang lebih isi tulisan dalam 
      majalah Basis edisi khusus awal tahun 2000.
      Tulisan ini tidak bermaksud menganalisis Jalan Ketiga dari aspek filosofis 
      yang mendalam, tapi lebih mengarah pada usaha untuk melihat praktik 
      politik yang dijalankan oleh kelompok Third Way yang diwakili oteh Tony 
      Blair cs.
      New Labour Party : Aku masih seperti yang dulu
      Publikasi United Nations Human Development Report telah menempat- kan 
      Inggris di nomor 15 dari 17 negara industri dalam tingkat kemiskinan. 
      Insfitute for Fiscal Studies juga melakukan riset yang menunjukkan bahwa 
      antara pertengahan tahun 70-an dan tahun 90-an, jumlah penduduk yang 
      memperoleh pendapatan di bawah 5G % dari rata-rata pendapatan norrnai, 
      meningkat dari tiga juta penduduk menjadi sebelas juta penduduk. Sementara 
      itu, untuk penduduk yang hidup di bawah tingkat kemiskinan tidak mengalami 
      peningkatan hidup sejak tahun 60-an.’ Dalam waktu beberapa tahun terakhir, 
      kita juga menyaksikan bagaimana ribuan lapangan kerja telah hilang di 
      Inggris, sebagai contoh di Inggris pada tahun 1980 industri manufaktur 
      mempekerjakan tujuh juta buruh, sedangkan di tahun 1998 hanya tersisa 
      sekitar 3,9 juta buruh. Nilai ekspor menurut dari 6,4 % di tahun 1997 
      menjadi 3,9 % di tahun 1998. Sementara itu industri manufaktur di Inggris 
      sendiri mengalami defisit sebesar 20 juta pound.
      Secara umum, perekonomian Inggris bisa dikatakan berada dalam grafik 
      menurun. lndustri di Inggris sudah tidak mempunyai daya saing lagi di 
      pasar dunia. Hal ini disebabkan karena para kapitalis di Inggris sudah 
      tidak tertarik untuk menginvestasikan modal mereka di bidang industri; 
      sebagian besar dari mereka mengirimkan modal mereka ke luar negri. 
      Sementara itu, untuk industri yang tersisa, mereka sudah tidak memberi 
      perhatian yang besar lagi, misalnya untuk biaya training buruh mereka 
      hanya mengeluarkan dana 0,3 % dari pendapatan mereka. Bandingkan angka ini 
      dengan Jepang dan Jerman yang menghabiskan biaya enam kali lebih besar 
      untuk training buruh. Jadi lnggris telah masuk ke dalam era low skill 
      economy, bisa dikatakan bahwa hanya sekitar 35 % buruh di Inggris yang 
      merupakan skil/ed workers dan jumlah anak muda antara 16-25 tahun yang 
      berpendidikan memadai juga hanya mencapai angka 35 %. Di tambah lagi 
      dengan kondisi di mana biaya produksi di Inggris 20 pesen lebih besar 
      dibandingkan biaya produksi di negara Eropa lainnya.
      Dalam kondisi seperti ini, Tony Blair tidak bisa berbuat dengan Third 
      Way-nya, bahkan ketika bertemu dengan para buruh yang baru kehilangan 
      pekerjaan di Fujitsu, yang merupakan konstituen Blair, dia hanya 
      mengatakan bahwa ”kalian tidak dapat menyalahkan pasar bebas.” Menurut 
      Blair sendiri Jalan Ketiga adalah sebuah nilai--”nilai tradisional dalam 
      membentuk tatanan dunia baru.” Tatanan dunia bagaimanakah yang telah 
      diubah oleh Blair selama beberapa tahun ia bekuasa?
      Salah satu proyek Blair yang terlihat nyata adalah kreasi New Labour 
      Party: Di sini, Blair berusaha mentransformasikan Partai Buruh Inggris 
      menjadi partai. kapitalis seperti Partai Demokrat di Amerika Serikat. Hal 
      ini mulai dilakukan Blair dengan mengubah personel dalam Partai Buruh 
      Inggris sejak pemilu 1997. Dalam pemilu 1997, hanya 13 % dari anggota 
      parlemen yang berlatar belakang kelas buruh, sedangkan 45 % berlatar 
      belakang kaum professional, 9 % berlatar belakang- kaum businessman, dan 3 
      % dari non manual job. Blair telah berusaha merekrut anggota dari kalangan 
      kelas menengah dan kelas atas, atau bahkan bekas anggota Partai Tory yang 
      sakit hati, ke dalam Partai Buruh.
      Usaha yang dilakukan Blair dalam mentranformasikan partai buruh, mungkin 
      membuktikan bahwa sebenarnya Jalan Ketiga bukan merupakan kombinasi antara 
      nilai- nilai sosial demokrasi dengan neo liberalisme; Jalan Ketiga dengan 
      hfew Eabour Party Blair adalah jatan bagi neo liberalisme. Tranformasi 
      partai buruh a la Blair sebenarnya merupakan usaha untuk mempertegas jalan 
      bagi neo liberalisme. Hal ini sebenarnya juga pernah dilakukan oleh 
      pendahulu Blair, yaitu Perdana Menteri Harold Wilson yang berkuasa dari 
      tahun 1964 hingga tahun 1970. Jikalau Blair mencoba meniru Clinton, maka 
      Wilson mencoba untuk meniru Kennedy, dan ketika itu pun Wilson sudah 
      mengedapankan ide New Labour Party. 
      Untuk lebih memahami karakter Partai Buruh Inggirs maka kita perlu melihat 
      ke belakang pada sejarah perkembangannya. Didirikan di tahun 1900, partai 
      buruh diharapkan menjadi wadah politik bagi kaum buruh agar mempunyai 
      wakil di parlemen, karena pada waktu itu partai politik yang ada yaitu 
      partai Liberal dan 7ories hanya mewakili kepentingan para pengusaha dan 
      pemilik modal. Akan tetapi dalam perjalanan sejarahnya, Partai Buruh 
      Inggris secara perlahan lahan mulai mengkhianati para pendukungnya dan 
      bekerja sama dengan kapitalis. Misalnya, pada tahun 1945, pemerintahan 
      Partai Buruh menasionalisasikan beberapa pertambangan, perusahaan kereta 
      api, dan perusahaan publik lainnya; nasionalisasi ini bukan untuk 
      kepentingan kaum buruh tetapi lebih merupakan usaha untuk menyelamatkan 
      para pengusaha di sektor tersebut yang hampir bangkrut. 
      Setelah Perang Dunia II berakhir, Partai Buruh juga mengambil sikap untuk 
      menjalankan kebijakan Bretton Woods Agreement dan melakukan intervensi 
      terhadap serikat-serikat buruh demi kepentingan pertumbuhan ekonomi. Di 
      tahun 1974-1979, pemerintahan Partai Buruh semakin menjadi pengkhianat 
      bagi kaum buruh dimana ketika itu Inggris sedang berada dalam krisis 
      ekonomi, pemerintah justru melakukan pemotongan subsidi besar- besaran dan 
      menjalankan kebijakan penghematan dari International Monetary Fund (IMF). 
      Dibutuhkan waktu belasan tahun bagi partai buruh untuk bangkit kembali, 
      dan selama periode mereka menjadi oposisi juga tidak ada perubahan sikap, 
      misalnya ketika menghadapi pemogokan buruh pertambangan di tahun 
      1984-1985, Partai Buruh justru mengambil sikap untuk mendorong agar 
      pemogokan dihentikan dan mendukung PHK yang dilakukan oleh Thatcher.’ 
      JikaIau Blair ingin mengubah wajah Partai Buruh Inggris menjadi lebih 
      baik, tentu solusinya bukan dengan menjadikan partai itu menjadi partai 
      borjuis dengan diisi oleh kaum borjuis, atau memang proyek Blair bertujuan 
      untuk mempertegas karakter Partai Buruh Inggris. Kebijakan praktis yang 
      diambil oleh Tony Blair selama memerintah semakin menunjukkan bahwa 
      sebenanrnya dia hanya menjalankan kebijakan neo liberal seperti 
      pendahulunya. Hal ini bisa dilihat dari tiga keputusan besar yang dibuat 
      oleh Blair, pertama, melepaskan kontrol pemerintahan atas Bank of Eng/and 
      dan memberikan otoritas kepada mereka untuk menentukan kebijakan moneter 
      sendiri. Kebijakan kedua adalah pemotongan angggaran sebesar sebelas pond 
      per minggu untuk subsisi single mother. Ketiga adalah pemungutan sumbangan 
      pendidikan bagi semua mahasiswa di seluruh universitas tanpa ada kecuali. 
      Tidak berhenti disini saja, Blair melakukan privatisasi atas perusahaan 
      kereta api, meskipun hanya 15 % dari penduduk yang mendukung ini tapi ia 
      tetap bergeming maju dengan kebijakannya itu.
      Resep Schroeder dan Cardoso
      Pada September 1998, Partai Sosial Demokratik Jerman (SPD) memenangkan 
      pemilu dengan muttak di pemilihan Bundestag. Ketika itu koalisi antara SPD 
      dengan Green dibawah pimpinan Gerhard Schroeder diharapkan bisa 
      memperbaiki nasib kaum buruh, kaum pengangguran dan para manula (manusia 
      usiatanjut), akan tetapi kini praktik poIitik SPD semakin menjauhkan 
      terwujudnya harapan tersebut.
      Hasil pemilihan parlemen Eropa dan pemilihan lokal di tahun 1999 
      menunjukkan bahwa poputaritas SPD sudah menurun dimana mereka kalah dalam 
      pemilihan lokal di Beriin, dengan mengantongi 22, 4 % suara adalah rekor 
      terburuk bagi mereka sejak Perang Dunia II. Hasil pemilu 19S9 ini bukan 
      merupakan pertanda rakyat beralih kepada Partai Kristen Demorkrat, tapi 
      lebih merupakan ekspresi rasa frustasi dan kekecewaan kepada SPD yang 
      mendominasi pemerintahan.
      Schroeder sebagai seorang penganut Jalan Ketiga tentu juga menjalankan 
      resep yang sama dengan Blair, dan kita bisa meiihatnya dalam praktik 
      politik di Jerman. Oalam manifesto pemilu yang dikeluarkan oleh SPD, 
      terlihat jelas bahwa SPD mendukung pemotongan anggaran dan subsidi yang 
      sudah dijalankan oleh pemerintahan Helmut Kohl.
      Dalam praktiknya pun, SPD menjalankan ini dengan konsisten, sebelum musim 
      panas tahun 1999, kabinet koalisi mengeluarkan program pemotongan anggaran 
      sebesar 30 juta DM per tahun bagi subsidi untuk pensiun dan pengangguran.
      Sementara itu, pemerintahan Schroeder juga mendukung penyerbuan NATO 
      terhadap Kosovo, suatu tindakan reaksioner yang sebenarnya jauh dari 
      nilai-nilai yang digambarkan dalam Jalan Ketiga. Schroeder juga bekerja 
      sama dengan kaum kapitalis dan rela mengkhiananti rekannya sendiri. 
      Beberapa saat setelah memegang kekuasaan, Oskar Lafontaine, menteri 
      keuangan dan ketua SPD, sudah membuka arena konflik baru di mana ia 
      memperkenalkan sistem perpajakan yang baru. Lafontaine mengatakan bahwa 
      perusahaan dan industri perbankan mempunyai cukup banyak uang untuk 
      membayar pajak kepada pemerintah, oleh karena itu mereka akan dibebankan 
      pajak yang lebih tinggi. Kebijakan Lafontaine ini mendapat tentangan keras 
      dari perusahaan raksasa sampai akhirnyalafontaine mengundurkan diri dari 
      semua posisi, baik di permerintahan maupun di partai. Kekalahan Lafontaine 
      ini menunjukkan kemenangan dan kontrol kapitalisme atas partai-partai 
      politik.
      Dari Jerman kita mencoba melihat hasil yang dicapai oleh Presiden 
      Ferdinand Henrique Cardoso di Brazil yang juga masuk ke dalam kelompok 
      Jalan Ketiga. Perekonomian Brazil berada dalam urutan ke-9 terbesar di 
      dunia; .130 juta penduduknya memproduksi 43 % dari GDP di Amerikalatin. 
      IMF terus memantau perkembangan Brazil secara seksama, dua minggu sebelum 
      pemilihan umum bulan Oktober 1998, IMF, Inter American Oevelopment Bank 
      dan pemerintah Amerika Serikat sudah mempersiapkan diri untuk memberi 
      jaminan hutang sebesar 50 trilliun dollar Amerika. Bantuan ini jelas 
      merupakan bantuan bagi kampanye pemilihan presiden bagi Fernando Henrique 
      Cardoso, presiden Brazil yang setia menerapkan kebijakan neo liberal. 
      Bantuan ini ditujukan untuk mencegah ambruknya perekonomian sebelum 
      pemilu. Akan tetapi, krisis sendiri kelihatannya membutuhkan jaminan 
      hutang yang lebih besar. Sebuah perusahaan investasi di Amerika Serikat, 
      Lehman Brothers, memperkirakan Brazil memerlukan paling tidak 200 trilliun 
      dollar Amerika untuk mencegah devaluasi mata uang ”real”.
      Sementara itu, utang luar negri Brazil terus meningkat dari 51,5 trilliun 
      dollar Amerika menjadi 256,7 trilliun dollar Amerika selama masa 
      pemerintahan Cardoso yang pertama dan 87 % dari cicilan hutang yang 
      dihabiskan untuk membayar bunganya saja. Pemerintahan Cardoso berjanji 
      untuk menjalankan praktik neo liberal untuk membebankan pembayaran hutang 
      pada kaum buruh dan tani melalui austerity program. Pemerintah Cardoso di 
      bawah bimbingan IMF mencoba mengurangi defisit anggaran sebesar 3 % dalam 
      jangka waktu tahun dengan cara memotong beberapa mata anggaran dan 
      meningkatkan pajak. Beberapa sektor yang dibabat habis adalah sistem dana 
      pensiun dan pelayanan umum. Dana pensiun diubah dengan filosofi jikalau 
      buruh ingin mendapat pensiun yang layak maka dia harus memberikan 
      sumbangan yang lebih besar kepada perusahaan, kalau tidak maka dia hanya 
      mendapat sedikit uang pensiun. Kebijakan untuk sektor publik akan 
      mengizinkan pemerintah untuk memecat para pegawai dengan perhitungan 
      pesangonnya hanya 60% dari keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan untuk 
      buruh tersebut. Selama masa pemerintahan Cardoso, angka keluarga petani 
      tak bertanah dan buruh pengangguran meningkat drastis, tercatat paling 
      tidak 500.000 lapangan kerja hilang di Brazil sejak tahun 1990. Selama 
      sepuluh tahun terakhir 961 petani mati terbunuh dalam konflik pertanahan 
      di Brazil.
      Penutup
      Melihat praktik politik yang ada dari para pemimpin Jalan Ketiga, baru 
      sedikit hal yang merekalakukan untuk mengatasi problem yang dihadapi oleh 
      rakyat pekerja secara keseluruhan. Jauh dari harapan mencari jalan keluar 
      bagi problem tersebut, mereka justru menimbulkan masalah baru dengan 
      kebijakan mereka. Mungkin akan muncul argumentasi bahwa ini hanya terjadi 
      dalam tataran praktis, sementara dalam tataran ide Jalan Ketiga merupakan 
      pemikiran yang belum tertandingi..Jikalau begitu adanya, mungkinkah Blair, 
      Schroeder, Cardoso, atau Clinton adalah murid-murid Anthony Giddens yang 
      menyeleweng?
      * Dari Majalah Filsafat Driyarkara, Agustus 2000.
Minggu, 24 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar