Pendidikan di Indonesia dewasa ini masih dalam kualitas yang rendah. Untuk menciptakan kualitas pendidikan yang lebih baik maka perlu adanya berbagai tindakan yang mendukung dalam pembelajaran di kelas. Terlebih lagi sekarang banyak faktor yang menjadikan pelajar di Indonesia menjadi malas berlajar. Kemalasan inilah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Bagaimana cara meningkatkan mutu pendidikan? Salah satu caranya adalah dengan adanya inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran berarti suatu perubahan baru yang ada kaitannya dengan suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam pembelajaran tentunya selalu terkait (berhubungan) dengan otak. Pendekatan berbasis kemampun otak adalah sebuah pendekatan yang multidisipliner yang dibangun di atas sebuah pertanyaan fundamental. Otak manusia mampu melakukan banyak hal dalam jumlah yang sangat banyak. Otak anak antara yang satu dengan anak yang lain tentunya berbeda. Hal ini tergantung bagaimana si punya otak merawat otaknya. Otak layaknya seperti pisau yang jika diasah akan semakin tajam. Begitu juga otang manusia, jika sering diasah akan makin tajam (berkualitas).
Pembelajaran sendiri tentunya ada suatu proses dimana guru atau siswa saling berinteraksi untuk memberi atau menerima suatu informasi. Hendaknya guru mampu mengembangkan metode belajar yang lebih menggunakan otak, agar anak didik (siswa) mampu menggunakan otaknya dengan lebih baik. Dengan demikian otak anak akan lebih berkembang jika terbiasa dengan metode pembelajaran tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran memerlukan suatu pegangan atau sesuatu yang dapat mengembangkan dirinya untuk belajar. Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal maka diperlukan teori- teori belajar. Teori belajar disini tidaklah sedikit. Misalnya saja teori behaviorisme, kontruktivisme, kognitivisme, dan humanisme. Teori- teori belajar dari zaman ke zaman mengalami pergeseran. Pergeseran tersebut terjadi dikarenakan adanya suatu kekurangan pada teori- teori yang lalu. Selain itu juga untuk menyempurnakan teori yang sudah ada. Sebenarnya tidak ada teori yang jelek. Semua teori baik, hanya saja ketepatan penggunaanya yang perlu diperhatikan.
Selain hal tersebut untuk memperlancar proses pembelajaran diperlukan strategi, metode dan tekhnik pembelajaran. Dengan harapan siswa menjadi anak yang kritis, kreatif dan problem solver.
Berpikir kritis (Dalan Johonson, Elaine B, 2008) merupakan sebuah proses penting, terarah, dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, melakukan penelitian ilmiah dan sebagainya. Berpkir kreatif merupakan kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman baru. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi yang orisinal.
Sedangkan problem solver, dibutuhkan peranan orang tua bagi pendidikan anak. Menurut Idris dan Jamal (1992) adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-kebiasan.
Untuk menjadikan anak yang problem solver, dalam menyampaikan bahan pelajaran kita menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban oleh siswa. Disini siswa dapat menemukan kombinasi aturan- aturan yang dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang baru. Siswa didorong untuk berfikir secara sistematis dan kritis. Selain itu siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata. Dalam memecahkan masalah siswa diajak untuk melihat proses pemecahn masalah tersebut. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat penting bagi siswa dan masa depannya. Problem solver sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena dengan adanya problem solver ini maka pembelajaran akan semakin hidup dan semakin menggairahkan.
Jika siswa sudah menjadi anak yang problem solver maka ia tentunya juga anak yang kritis dan kreatif. Nah, setiap anak pasti akan mengalami perkembangan, dan proses perkembangan individu dapat dikelompokan ke dalam tiga aspek yaitu proses biologis, kognitif, dan psikososial. Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Otak anak antara yang satu dengan anak yang lain tentunya berbeda. Hal ini tergantung bagaimana si punya otak merawat otaknya. Otak layaknya seperti pisau yang jika diasah akan semakin tajam. Begitu juga otak manusia, jika sering diasah akan makin tajam (berkualitas).
Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) yang mengarah kepada cara berfikir konvergen dan belahan otak kanan (right hemisphere) yang mengarah kepada cara berfikir menyebar.
Otak kanan biasanya berhubungan dengan kemampuan kita untuk berpikir. Sedangkan otak kiri lebih berhubungan dengan keterampilan- ketrampilan. Misalnya musik, menggambar, bernyanyi dan lainnya. Dari banyaknya siswa tentu ada yang sering memakai otak kanan maupun otak kirinya. Itu tergantung siswanya. Tetapi terkadang juga ada siswa yang otak kanan dan otak kirinya berkembang dengan seimbang. Biasanya anak yang otak kanan dan otak kirinya berkembang dengan seimbang akan memiliki kreatifitas yang baik.
Kreatifitas itu tidak akan datang tanpa adanya usaha, jadi kreatifitas yang berkembang di butuhkan berbagai faktor yang mendukung. Baik faktor dari dalam diri maupun dari faktor luar. Yang jadi pertanyaan, apakah anak yang kreatif tentu anak yang mempunyai kecerdasasn tinggi? Tidak. Kreatifitas akan berkembang dengan adanya usaha. Misalnya siswa A pintar dalam matematika, belum tentu ia pintar juga dalam menggambar atau bernyanyi. Sebenanrnya intelek dan kreatifitas memiliki perbedaan namun keduanya itu saling berhubungan. Karena kedua hal tersebut dijadikan kriteria untuk menentukan bakat seseorang.
Dari bakat yang ada, tentunya akan berhubungan dengan otak. Menurut MacLean, otak manusia memiliki tiga bagian dasar yang seluruhnya dikenal sebagai triune brain/three in one brain (dalam DePorter & Hernacki, 2001). Bagian pertama adalah batang otak, bagian kedua sistem limbik dan yang ketiga adalah neokorteks.
Pertama, batang otak disebut juga otak reptil yaitu sebagai insting primitif. Kita akan merasa tidak nyaman, terancam dan bahkan marah ketika seseorang terlalu dekat dengan kita. Itulah saatnya otak reptil kita bekerja. Oleh karenanya otak reptil juga disebut otak yang mengatur “perasaan teritorial.” Artinya otak ini mengatur perasaan dalam hati kita.
Kedua, yaitu sistem limbik. Bagian otak ini sama dengan yang dimiliki hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Sistem ini berada di bagian tengah otak manusia. Fungsinya bersifat emosional dan kognitif yaitu menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar. Sistem limbik adalah panel kontrol dalam penggunaan informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, perabaan, penciuman sebagai input yang kemudian informasi ini disampaikan ke pemikir dalam otak yaitu neokorteks.
Ketiga, yaitu neokorteks. Neokorteks terbungkus di sekitar sisi sistem limbik, yang merupkan 80% dari seluruh materi otak. Bagian ini merupakan tempat bersemayamnya pusat kecerdasan manusia. Bermasam-macam kecerdasan yang ada di sini adalah kecerdasan linguistik, matematika, spasial, perasa, musikal, interpersonal, intrapersonal dan intuisi.
Jika ketiga bagian otak tersebut berfungsi atau digunakan dengan seimbang, maka si punya otak akan memiliki kecerdasan yang tinggi. Kecerdasan tinggi mempunyai hubungan- hubungan kepribadian, faktor sosial dan faktor lain yang dapat menyebabkan kecerdasan tinggi tersebut dan dapat juga mempengaruhi keberbakatan anak. Anak berbakat mempunyai ciri-ciri. Dalam Psikoogi Umum (Alex Sobur), ciri- ciri anak berbakat yaitu, membaca pada usia yang relatif muda, membaca lebih cepat dan lebih banyak, memiliki perbendaharaan kata yang luas, mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri, bisa memberikan banyak gagasan, memiliki pengamatan yang tajam, senang mencoba hal- hal baru, berperilaku terarah pada tujuan, dan mempunyai daya imajinasi yang kuat. Dari ciri-ciri di atas, kita dapat mengetahui anak mana yang mempunyai bakat. Setidaknya dari ciri- ciri tersebut dapat kita jadikan acuan untuk mengetahui anak yang memiliki bakat agar bakat yang dimilikinya bisa berkembang.